Air mata ini tiba-tiba mengalir deras setelah melihat kondisi engkong (sapaan saya untuk kakek saya). Tubuhnya sudah sangat kurus hingga dapat kurasakan tulang kecilnya saat memegangnya, keriput di kulitnya pun semakin terlihat, dia duduk di bangku tempat biasa aku bermain sewaktu kecil dulu, matanya dipejamkan, dia hanya sesekali menjawab pertanyaan yang kuajukan, bukan menjawab lebih tepatnya, tapi hanya mengangguk dan menggeleng.
Sedih...sangat sedih..bahkan air mata ini terus mengalir menuliskan kalimat-kalimat ini. Melihat kondisi engkong tadi aku benar-benar sedih. Teringat kembali ke masa kecilku. Sewaktu kecil aku tinggal bersama engkong dan nenek selama hampir 14 tahun. Bapak dan mama tinggal tepat di sebelah rumah nenek. Dulu aku sempat dijuluki anak engkong dan nenek, cucu kesayangan engkong dan nenek karena begitu sayangnya mereka berdua kepadaku. Cerita yang sering aku dengar dari nenek, ibuku menikah dalam usia muda dan dalam usiaku yang belum genap dua tahun, ibu sudah melahirkan adikku. Sehingga nenek membantu merawatku, sementara ibuku merawat adikku. Itulah awal mula aku lebih dekat dan tinggal bersama engkong dan nenek. Engkong adalah bapak kedua bagiku. Bahkan dulunya segala keperluanku diurus oleh kakek. Masih teringat dalam ingatanku sewaktu engkong memandikan Ika kecil saat mau berangkat sekolah ketika masih SD, mengajariku mengikat tali sepatu, mengajariku naik sepeda, mengajakku bermain, merawat dan menghiburku ketika aku sakit, membelikanku mainan, mengajariku menanam dan merawat bunga mawar hingga akhirnya pohon mawar itu tumbuh besar dan berbunga lebat, dan banyak hal luar biasa yang diajarkan dan dikenalkannya kepadaku.
Kedekatanku dengan engkong agak berkurang setelah nenek meninggal dunia pada tanggal 23 Maret 2002. Nenek yang juga menjadi ibu kedua bagiku. Saat nenek masih hidup dulu, aku bahkan sempat merasa bahwa nenek adalah orang yang paling mengerti dan menyayangi aku melebihi ibuku. Mungkin rasa itu muncul karena aku lebih sering menghabiskan waktu bersama nenek dibanding dengan mama. Setelah nenek meninggal, aku tidak lagi tinggal bersama engkong. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku dan dua orang adik perempuanku. Tidak begitu berbeda, karena memang rumahnya bersebelahan.
Ketika masa SMK aku masih sering mengobrol dan bercanda dengan engkong. Bahkan aku masih ingat saat engkong datang ke SMK untuk mengambil rapor semester pertamaku di SMK. Saat engkong masih sering banyak bercerita tentang masa indahnya bersama nenek merawat mama dan Ika kecil. Indahnya masa-masa itu.
Semenjak kuliah aku sudah jarang sekali bercerita dan bertemu engkong. Meskipun rumah engkong dan rumah orang tuaku bersebelahan, cukup sulit untukku bertemu engkong walaupun hanya seminggu sekali. Selain kuliah, aku pun ikut organisasi di kampus dan luar kampus. Pergi kuliah pagi dan pulang sore bahkan tidak jarang aku pulang larut malam. Aku menyadari rasa kehilangan itu, namun belum bisa aku mengurangi kesibukan itu di masa awal-awal kuliah. Liburan pun bisa dihitung berapa hari aku berada di rumah. Tidak lebih dari 20 % waktu liburanku sepertinya. Hingga terkadang mama dan bapak pun menegurku. Sesekali aku hanya mendengar cerita dari mama tentang engkong. Engkong yang sudah lanjut usia yang kadang sulit dimengerti keinginannya, yang kadang marah tanpa alasan yang jelas, dan jika sakit sering rewel. Begitulah cerita yang aku dengar dari mama. Ya...begitulah engkong. "Orang udah tua emang suka bawel", begitulah kata-kata yang sering kudengar dari banyak orang. Namun dibalik semua sikapnya itu engkong tetap perhatian dan sayang kepada cucu-cucunya. Pernah suatu ketika aku berpamitan dengan engkong saat mau berangkat kuliah. Aku mencium tangannya, tangan yang dulu merawatku sewaktu kecil. Dia mengusap bahuku dan bertanya padaku, "Ada ongkos ngga ka?, ni buat nambah ongkos" seraya mengeluarkan uang dari sakunya dan memberikannya kepadaku.
Sekitar seminggu lalu mungkin, bapak menyuruhku menyempatkan diri menjenguk engkong yang sedang sakit. "Iya", jawabku. Namun tak kunjung aku lakukan. Hingga hari ini aku mengunjungi engkong. Mengantarkan beberapa potong kue bolu, gemblong, dan jeruk untuknya dan kudapati kondisinya sudah sangat berubah, jauh dari saat terakhir aku bertemu dengannya akhir Desember tahun lalu. Kupegang tangannya, kuusap bahunya, kuperhatikan wajah dan tubuhnya yang semakin menua, Allah...tak kuat rasanya melihatnya seperti itu. Air mata ini mendesak keluar. Tak lama setelah menyapa dan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya yang kemudian hanya dijawab dengan anggukan dan gelengan, aku pamit untuk pulang karena harus kembali membantu mama yang mempersiapkan pengajian haul untuk nenek. Aku langsung masuk ke kamar, kututup pintu kamar, dan menangis sejadi-jadinya. Allah...apa yang aku lakukan? apakah aku hampir melupakannya? ampuni aku ya Allah. Tidak pernah aku bermaksud melupakannya. Setelah kejadian ini, izinkan aku untuk lebih memperhatikannya, aku akan berusaha meluangkan waktuku untuk mengunjunginya, dan berikanlah ia kesembuhan Ya Allah. Ika akan selalu berdoa untuk kesehatan engkong.
Riska
21 Januari 2011
11:13
Salam kenal, sukses terus untuk anda dan blog anda...
BalasHapusTukeran link yuk, mau ya? Please...
Terima kasih. Boleh.
BalasHapus