Minggu, 09 Januari 2011

Insya Allah

Allah SWT berfirman: “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi”, kecuali dengan menyebut Insya Allah”. (QS. al-Kahfi: 23-24).

Berawal dari sikap beberapa teman yang mengucapkan kata Insya Allah atas sebuah janji tetapi terkadang si pengucap kata itu pun tidak memberikan pembuktian dari makna kata Insya Allah yang sebenarnya. Tidak jarang beberapa orang yang saya kenal mengucapkan kata itu tapi pada akhirnya mereka mengingkarinya. Saya sempat merasa bahwa mereka yang mengucapkan kata tersebut hanya mencari perlindungan dengan mengucapkan kata Insya Allah. Maaf, semoga saja perasaan saya ini keliru. Terkadang saya berpikir, mengapa mereka tidak mengucapkan saja, "maaf, gw ngga bisa janji ya", atau "gw usahain ya"? sepertinya kata-kata itu lebih baik mereka ucapkan dibandingkan mengucapkan kata Insya Allah tetapi pada akhirnya sulit dihubungi atau tidak datang tanpa kabar dan berbagai alasan lainnya yang kadang sulit diterima. Mungkin sekali dua kali dapat dimaklumi. Tapi kalau lebih dari itu??? Entahlah...

Bahkan yang membuat saya agak terkejut adalah ketika saya dan beberapa teman berkunjung ke rumah orang asing. salah satu teman saya mengucapkan kata insya Allah kepada orang asing tersebut. mungkin sudah beberapa kali hingga akhirnya orang asing tersebut menjelaskan kepada kami tentang makna Insya Allah yang sebenarnya. Sempat orang asing itu bertanya, "apakah pemaknaan kata Insya Allah di kalangan kami berbeda?". Piuh...saya merasa malu mendengar kata itu. "bukankah makna kata Insya Allah itu hanya satu? ,"tanya saya dalam hati. Yaitu ketika kita sudah benar-benar pasti akan datang ke suatu kegiatan atau dapat memenuhi janji yang telah kita sanggupi dan yang bisa membatalkannya hanya kehendakNya. Sakit, kecelakaan, kematian, atau musibah-musibah lainnya diluar jangkauan manusia. Hmmm...mungkin bukan maknanya yang berbeda tapi si pemaknanya yang membuat makna kata itu berbeda untuk dirinya sendiri.


Setelah beberapa kejadian itu, saya jadi berpikir ulang untuk mengucapkan kata Insya Allah. Saya lebih memilih mengucapkan ketidaksediaan saya atau alasan ketidakhadiran saya dibandingkan mengucapkan kata Insya Allah dengan makna yang berbeda. Bukan berarti saya merasa sudah benar dalam menggunakan kata tersebut, saya pun masih belajar dan masih akan terus belajar. Teruslah saling mengingatkan dalam kebaikan. Semoga saja masing-masinng dari kita dapat menggunakan pemaknaan yang sesungguhnya atas kata tersebut.

Sabtu, 18 Desember 2010

Tragedi Sebuah Nama

Beberapa hari lalu, hari masih pagi, suara dering pesan singkat dari telepon genggam membangunkan saya. Sekitar sepuluh menit kemudian barulah saya membukanya. Ada lima buah pesan singkat rupanya. Saya buka satu persatu. Pesan pertama hingga keempat berisi urusan kuliah seperti biasanya. Kalau tidak kuliah pasti rapat. Itulah isi pesan yang biasanya saya terima akhir-akhir ini. Tiba di pesan kelima. Membuat saya sedikit kaget, bingung, dan ingin tertawa. Sebuah nomor tidak dikenal mengirim pesan yang isinya,

“barakallahulaka wa baraka’alaika wa jama’a bainakuma fii khaiir…semoga menjadi keluarga samara (sakinah, mawaddah, warrahmah maksudnya) dan keluarga dakwah teladan. Mohon maaf ya Riska, kmrn….(disensor) n suami ga jadi bs hadir. Karena persiapan mau sidang tesis”.

Kaget, pagi-pagi sudah mendapat pesan dengan doa pernikahan, bingung kok bisa-bisanya salah kirim, pasti yang ngasih nomor ini kenal saya dan kak Riska (kakak kelas, Arab 2005 yang menikah tanggal 12 Desember lalu), dan ingin tertawa karena teryata salah kirim akibat punya nama yang sama. Hiaaa..

Masih karena nama yang sama. Pagi ini saya ke ruang dosen. Bermaksud bertemu dengan seorang dosen untuk konsultasi tema skripsi saya. Sesampainya di ruang dosen, hanya ada satu orang dosen yang sedang berbicara dengan dua orang mahasiswi. Ternyata dosen yang saya cari tidak ada di ruangan. Saya pun izin pamit mencari ke ruangan di lantai 1. Ketika hendak berpamitan, dosen tersebut bertanya kepada saya,

Dosen: “Riska, kemaren itu kamu ya yang nikah?”
Saya: “Bukan, Pak. Itu Fathimah (saya langsung menjawab seperti itu karena memang beberapa dosen berkata saya mirip dengan Fathimah, padahal Fathimah menikah sudah 3 bulan yang lalu).

Saya sama sekali tidak berpikir tentang kakak senior saya yang menikah hari Minggu lalu dan mempunyai nama panggilan yang sama dengan saya. Tidak berakhir saat itu ternyata. Sore harinya saat sedang berdiskusi dengan dosen lain dan dua orang teman saya, tiba-tiba muncul pembicaraan tentang kekeliruan itu lagi. Dosen saya berkata, “Iya, pas liat undangan saya kira Riska yang nikah. Kok pas hari Jumat lalu ngga ngomong apa-apa padahal hari Minggu mau nikah”.

Hiaaa...gubrak. Bener-bener dah…kesalahan bukan pada orang yang mengira dan kekeliruan memang bisa terjadi.

17 Desember 2010

Jumat, 10 Desember 2010

Menyiapkan diri untuk patah hati???

"Menaruh harapan pada seseorang yang belum pasti hanya akan menyiapkan diri untuk sakit hati, jangan menyiapkan diri untuk patah hati". Begitulah kira-kira nasehat yang diberikan seorang teman kepada teman saya yang lain. Saya yang mendengarnya jadi ngeri sendiri. Teman saya yang kebetulan sudah menikah memberi nasehat kepada seorang teman yang InsyaAllah dalam waktu dekat akan menyusul. Aamiin ^^. Teman saya yang sudah menikah menasehati agar sebaiknya kita membersihkan hati dari perasaan-perasaan yang mengedepankan cinta semata. Cinta kepada manusia yang berlebihan mungkin. Dia menyarankan agar perasaan cinta itu benar-benar tulus karena Allah. Hmmm...tidak begitu mudah memang. Apalagi bagi saya. hehehe...
Mempersiapkan diri untuk patah hati???tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkk...saya akan teriak sekencang mungkin. Saya mau membayangkan yang indahnya aja. hehehe...
Dulu seorang teman laki-laki saya berkata, "mana mungkin cowok tahu perasaan cewe kalo ngga dikasih tau, emangnya dukun". Begitulah kalimat sepintas itu yang masih terpatri di benak saya. "Ampuuunnn...kalo cewek harus bilang ke cowok kalo dia suka sama tuh cowok gimana jadinya", ucap saya dalam hati. Jika dikaitkan dengan masalah yanng dihadapi teman saya tersebut bagaimana jadinya juga. Dia sebenarnya suka dengan seseorang, dia bahkan mau menunggu, sementara sudah ada seseorang yang datang untuknya. Bingung kan tuh? antara harus menunggu yang dicintai tapi belum pasti dan menerima yang sudah pasti tapi belum dicintai. Haduh...kalo saya jadi dia pasti saya akan lebih pusing. Perasaan tuh!
Jangankan dihadapkan pada persoalan seperti itu. Persoalan yang lebih seerhana saja sudah membuat saya pusing. Saya suka dengan seorang teman saya. Beberapa waktu lalu perasaan ini mulai hadir di hati saya. Entah mengapa, akhir-akhir ini saya mulai merasa dia lebih dekat dengan sahabat saya. Ya Allah...mau gembira hati ini. Hatinya harus berbunga. Jangan sampai saya menyiapkan hati seperti yang dikatakan teman saya. Astagfirulloh...padahal dia belum tau bagaimana perasaan saya. saya malah hampir menyakiti hati saya dengan prasangka-prasangka aneh hasil imajinasi saya. bukannya dapet semangat malah sakit hati. Tidaaaaaaaaaakkkkkk.
Lebih baik ngurusin skripsi dulu dan merealisasikan mimpi-mimpi daripada harus mempersiapkan diri untuk patah hati. Hohoho...Perempuan yang baik untuk wanita yang baik, itu janji Allah. Jadi yang harus dilakukan adalah terus memperbaiki diri menjadi perempuan yang baik agar dijemput oleh laki-laki terbaik yang dikirimkan olehNya. Ceileee...gaya banget dah.

Rabu, 01 Desember 2010

TO MY SKRIPSWEET

teruntuk (calon) skripsiku, yang akan jadi skripsiku...
tahukah kamu, semua orang yang aku kenal sebagian besar merasa kehadiranmu membuat mereka salah tingkah. Kurang tidur karena deadline untuk menyelesaikanmu, ada juga yang kurang makan karena pusing belum bisa menuliskan rangkaian kata-kata sebagai isi dirimu. Tahukah kamu, melihat perilaku mereka semua, anganku melayang, pikiranku terbang ingin mengintip saat-saatku nanti bersamamu dan menyelesaikanmu untuk meraih gelar sarjanaku, sarjana humaniora.

Teruntuk dirimu, kumohon jadilah sahabatku, salah satu sahabat terbaikku yang berjalan mencapai gelar sarjanaku dengan perlahan dan pasti. Jadilah sahabat baikku yang membuatku nyaman menyelesaikanmu. Aku yakin itu. Aku yakin kita bisa melaluinya bersama. Bekerjasamalah bersamaku dengan baik. Selamat datang skripsiku, mari kita raih hasil terbaik kita.

Teringat kata-kata salah satu sahabat baikku, yang ia kutip dari salah satu puisi Ada Apa Dengan Cinta...

Ya, kita dalam asa yang satu. ^^

Minggu, 28 November 2010

Perbincangan dengan seorang anak SD

pukul 7 pagi ini saya sudah sampai di rumah Salmah untuk selanjutnya menuju lapangan dekat Anggi Foundation, olahraga bersama anak-anak asuh dan les Anggi Foundation. Saat di rumah Salmah terjadi perbincangan singkat antara saya dan seorang siswi SD. Anak itu bertanya kepada saya ketika melihat 3 buah handphone yang berada di tangan saya.
si anak (A) : Kakak, itu handphone siapa?
saya (B): Handphone kakak, yang satunya handphone ka Salmah.
A :ko handphonenya gitu ka. aku punya yang ne*ian (sensor) dong. lebar kak.
B : gw cuma bisa jawab. Oooo (gw bingung mau bilang apa lagi.
A : bisa internetan, ada mp3nya, tapi ngga ada kameranya kak.
B : Gw cuma senyum2 aja sambil berkata dalam hati, "Manteb banget nih anak masih SD udah bawa hp segitu okehnya, ya namanya juga anak zaman sekarang".


Selesailah perbincangan kami. Lalu saya dan Salmah beserta beberapa anak yang datang ke rumah Salmah berangkat menuju lapangan. Kami melakukan banyak permainan. Sampai pusing bermain apa lagi karena anak-anak terus merengek minta diajak jalan-jalan ke UI. "Ketagihan pengen olahraga ke UI lagi nih anak-anak", Ucap saya dalam hati. Kami bermain bulu tangkis, petak jongkok, galasin, benteng, bekel, bola, sepeda, semuanya kami lakukan.

Sementara saat itu saya bermain bulu tangkis. Masih dengan siswi yang tadi berbincang dengan saya. Disela-sela permainan dia bertanya kepada saya.
A: Kak, kakak udah punya pacar belum?
B: Belum.
A: Kok belum punya sih ka? aku udah punya dong.
B: senyum2 (???hahaha...dasar bocah).