Minggu, 17 April 2011

22

Jarum jam itu perlahan bergeser. Mengganti hari, tanggal, minggu, meskipun masih di bulan yang sama. Usia yang bertambah (atau mungkin berkurang), tanggung jawab yang pastinya bertambah, kedewasaan yang harus bertambah, rasa syukur, dan kebaikan (dan kuharap bukan dosa) yang harus terus bertambah. Allah…kutatap pergantian waktu malam ini. Kini 22 tahun usiaku. Beberapa ucapan masuk ke telepon selularku dan beberapa ucapan pun bermunculan di account situs jejaring sosialku. Ya…harapan dan doa yang baik mereka panjatkan untukku. Kuharap Engkau mengabulkan semua yang mereka sampaikan dan kembalikan doa itu pula untuk yang mendoakan.
22 tahun lalu, di tanggal yang sama. Senin, 17 April 1989, 10 Ramadhan 1409 Hijriah. Seorang perempuan belasan tahun mempertaruhkan hidupnya demi melahirkan anak pertamanya. Seorang laki-laki dengan tubuh tinggi tegap dengan wajah khawatir menantikan kehadiran anak pertamanya dan bersiap mengumandangkan adzan di telinga si bayi. Ya…22 tahun lalu. Kehadiran anak itu dinanti. Hingga akhirnya kehadirannya mampu melengkapi keluarga mereka. Sesaat setelah kelahirannya, mengubah hidup seorang istri menjadi ibu, seorang suami menjadi bapak, dan orang tua mereka menjadi kakek nenek. Waktu begitu cepat berlalu.
Hari ini…22 tahun usianya. Kini dia sedang menyusun tugas akhirnya di sebuah universitas yang membawa nama bangsa. Beberapa hari lalu ia melalui sebuah proses wawancara di sebuah kedutaan besar, untuk mencapai salah satu impiannya belajar di belahan benua Eropa. Beberapa bulan lalu ia kehilangan kakek tercintanya, yang kini disemayamkan di samping makam nenek yang 9 tahun lalu sudah mendahuluinya. Dia yang sejak semester kedua di tahun lalu menyimpan perasaan suka pada seorang laki-laki yang sudah lama dikenalnya. Dia yang begitu menyukai keindahan alam ciptaanNya, dia yang menyukai kedamaian, dia yang ingin selalu menumbuhkan kasih sayang dan cinta kepada orang-orang yang dekat denganNya, dia yang begitu mencintai kedua orang tua dan adik-adiknya, dan dia yang ingin semakin dekat dan dicintai olehNya.
Dia yang beberapa hari lalu membaca sebuah tulisan yang dibuat temannya. Sebuah tulisan yang akhirnya membuatnya mengerti bahwa hari ini bukanlah hari istimewa untuknya. Hari ini justru hari untuk sang ibu. Hari ini adalah hari lahirnya ibu. Hari ini adalah hari istimewanya ibu. Jika hari ini kugunakan untuk merenungi kesalahanku di waktu sebelumnya, mengucapkan syukur atas segala pemberianNya, dan memperbaiki diri untuk kehidupan selanjutnya, meminta hadiah kepada orang-orang dekat atau bahkan mentraktir teman-teman. Bukankah itu sama saja dengan hari biasa? Bukankah semua itu bisa kulakukan setiap hari, setiap detik dalam kehidupanku tanpa harus menunggu hari istimewa ini. Setahun sekali bahkan. Hari lahir hanya sebuah moment, kawan.
Terus meneruslah bersyukur dan memperbaiki diri. Dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat yang telah diberikanNya. Terus meneruslah berusaha menggapai cintaNya karena dicintai oleh Sang Pencipta adalah segalanya. (sebuah ringkasan ucapan ulang tahun dari seorang teman).
Dia yang selalu berharap kebaikan mengelilinginya dan dicintai olehNya. 
Riska

Tidak ada komentar:

Posting Komentar